Subscribe:

Kamis, 08 September 2011

RABU

Ini hari rabu. Ya, hari rabu!
Bukan hari yang special, Bukan hari ulang tahunku., Ataupun hari ulang tahun pernikahanku dengan Bang Hamidi. Bukan!

Ini hari rabu. Aku setengah berlari, sesekali meloncat untuk menghindari tanah yang becek akibat hujan. Nafasku memburu, keningku penuh dengan butiran keringat, jilbabku mencong sana sini.tak sempat aku membetulkannya.
Ini hari rabu, aku terus berlari. Memasuki gang-gang sempit berharap cepat sampai ke rumahku,ada beberapa orang yang mengenalku menyapa tapi tak ku pedulikan. Ini hari rabu!

Ketika ku buka pintu rumahku, ku berharap ada Zizi di sana. Ia menyambutku dengan senyumnya yang khas. Zizi anakku! Kulitnya hitam manis, senyumnya indah, giginya putih bersih, rambutnya panjang sebahu. Ada tahi lalat di ujung pipinya. Manis!

Ini hari rabu. Zizi berjanji akan pulang hari ini. Hari rabu! Meskipun hari ini sudah rabu ke tujuh, tapi aku terus berharap anakku akan pulang hari ini.hari rabu!

Iya, zizi. dia berjanji akan pulang hari rabu. Dan setiap hari rabu juga aku pulang cepat dari pasar dan berharap anakku ada di rumah. tapi ia tidak ada! Kemana perginya anak semata wayangku itu?

Ku buka kembali kertas yang sudah kusam. Ini surat dari zizi. Mataku mulai basah, ku baca lagi surat ini dengan tangan bergetar, dan tangiskupun terisak.

“Ibu, Zizi mau pamit. Zizi mau mencari kerja. Ibu tidak usah mencari zizi. Zizi berjanji akan pulang hari rabu.”

Kata tetangga, ia pergi dengan memakai kemeja putih dan celana bahan hitam. zizi sempat pamit dengan tetangga kami. Ia hanya bilang ingin mencari kerja. Waktu itu hari rabu. Sudah tujuh minggu yang lalu.

Bang Hamidi baru sampai rumah. Ia baru pulang mengojeg.wajahnya sedikit muram. Terlihat sangat lelah.

“sudah dapat kabar zizi, bang?”
Bang Hamidi diam
“Bang…?” Tanyaku
Ia tetap diam. Aku pun diam, suasana hening.
Tiba-tiba Bang Hamidi menangis. Ia menangis! Hah.. Selama bertahun-tahun menikah, baru kali ini aku lihat Bang Hamidi menangis.
“ada apa, Bang?” tanyaku sambil memegangi bahunya.
“Tadi Abang dapat kabar kalau anak kita Zizi Meninggal. Mayatnya di temukan di daerah bantar gebang. Jauh dari sini.” Suara Bang Hamidi bergetar
“Apa? Gak mungkin. Zizi berjanji pada ibu kalau dia akan pulang hari rabu. Ini hari rabu, Bang. Dia pasti akan pulang. Ibu akan terus menunggu dia. Zizi pasti akan pulang. Hari rabu!